5 Referensi Puisi Satire Bahasa Indonesia
Puisi satire ialah salah satu genre puisi yang bersifat menyindir atau kritikan atas sebuah fenomena yang terjadi. Seringkali disampaikan dengan kata-kata yang penuh ironi, sarkasme dan sedikit parodi di dalamnya.
Istilah satire sendiri berasal dari bahasa Latin “satura” yang berarti sindiran. Kata-kata pada puisi satire banyak berupa analogi tapi sangat keras dan tajam. Sebuah karikatur juga dapat disebut satire lantaran berupa gambar humor penuh sindiran. Unsur komedi di dalam satire ada yang muncul secara tak eksklusif dan ada yang memang sengaja dihadirkan oleh si penulis.
Khusus untuk Anda, berikut ini ialah beberapa teladan puisi satire dari sejumlah sastrawan ternama Indonesia.
1. Otak Sudah Ke Dengkul
Jika tiba-tiba kami melawan,
itu lantaran lapar t’lah dibangunkan,
dan perut kami yang lengket
menagih waktu untuk cerewet.
itu lantaran lapar t’lah dibangunkan,
dan perut kami yang lengket
menagih waktu untuk cerewet.
Jika mendadak kami protes,
itu lantaran minum tinggal setets,
dan kantong kami yang kempes
tak besar lengan berkuasa lagi membeli segelas es.
itu lantaran minum tinggal setets,
dan kantong kami yang kempes
tak besar lengan berkuasa lagi membeli segelas es.
Jika kami serentak berdemo,
itu lantaran mata bosan melongo,
dan tampang kami yang bego
ingin juga berlagak sontoloyo.
itu lantaran mata bosan melongo,
dan tampang kami yang bego
ingin juga berlagak sontoloyo.
Jika kami bersegera kumpul,
itu lantaran otak sudah ke dengkul,
dan kecerdikan kami yang tumpul
tidak mau lagi dipaksa mandul.
itu lantaran otak sudah ke dengkul,
dan kecerdikan kami yang tumpul
tidak mau lagi dipaksa mandul.
April 2016
Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan (Yogyakarta, Bentang Pustaka:2016), hlm. 132
2. Pertanyaan Penting
Indonesia indah melimpah.
Di samping sumur pohon jambu berkembang.
Di maritim ikan cakalang dan lumba-lumba.
Lalu kenapa kau bunuh Marsinah?
Kenapa kau bunuh para petani di Sampang, Madura?
Apakah tak kau lihat kupu-kupu menari?
Ayam berkotek dan burung bernyanyi?
Di samping sumur pohon jambu berkembang.
Di maritim ikan cakalang dan lumba-lumba.
Lalu kenapa kau bunuh Marsinah?
Kenapa kau bunuh para petani di Sampang, Madura?
Apakah tak kau lihat kupu-kupu menari?
Ayam berkotek dan burung bernyanyi?
Wahai kau ksatria yang perkasa!
Kenapa kau bunuh Marsinah?
Apakah derita buruh-buruh mengganggu tidur siangmu?
Kenapa kau bunuh para petani di Sampang?
Apakah kau ksatria yang membela penindasan?
Kenapa kau bunuh Marsinah?
Apakah derita buruh-buruh mengganggu tidur siangmu?
Kenapa kau bunuh para petani di Sampang?
Apakah kau ksatria yang membela penindasan?
Apakah kau tidak pernah membayangkan
dengas erang ibumu
waktu ia melahirkan kamu?
Apakah kau tak pernah lihat aadikmu menari,
dan mendengar nenekmu menembang?
Kenapa kau jarah nyawa Marsinah?
kau jarah nyawa petani di Sampang,
yang berjuang untuk hak nafkahnya
yang sesuai dengan undang-undang?
Sedang dengan bernafsu kau membela
Para cukong yang menjarah ekonomi bangsa.
dengas erang ibumu
waktu ia melahirkan kamu?
Apakah kau tak pernah lihat aadikmu menari,
dan mendengar nenekmu menembang?
Kenapa kau jarah nyawa Marsinah?
kau jarah nyawa petani di Sampang,
yang berjuang untuk hak nafkahnya
yang sesuai dengan undang-undang?
Sedang dengan bernafsu kau membela
Para cukong yang menjarah ekonomi bangsa.
Wahas para ksatria perkasa,
di mana kampung halamanmu?
Siapakah ibumu?
Siapa saudara dan saudarimu?
di mana kampung halamanmu?
Siapakah ibumu?
Siapa saudara dan saudarimu?
Waktu uang rakyat dibawa lari ke luar negeri,
waktu daula aturan dikhianati,
dan daulat rakyat dijarah oleh tirani,
di mana kami berdiri, ksatriaku?
waktu daula aturan dikhianati,
dan daulat rakyat dijarah oleh tirani,
di mana kami berdiri, ksatriaku?
Kenapa kau bunuh Marsinah?
Kenapa kau bunuh para petani di Sampang, Madura?
Kenapa kau bunuh Udin, Moses,
dan di Trisakti 4 orang mahasiswa?
Siapakah ibumu, para ksatria?
………………………………………………..
Surabaya, 21 Juni 1998
Kenapa kau bunuh para petani di Sampang, Madura?
Kenapa kau bunuh Udin, Moses,
dan di Trisakti 4 orang mahasiswa?
Siapakah ibumu, para ksatria?
………………………………………………..
Surabaya, 21 Juni 1998
WS Rendra, Doa Untuk Anak Cucu, (Yogyakarta, Bentang Pustaka:2016), hlm. 25-26
3. Tentang Mahasiswa Yang Mati, 1996
Aku mencintainya lantaran ia mati saat ikut
rame-rame hari itu.
rame-rame hari itu.
Aku tak mengenalnya,hanya dari koran,
tidak begitu terang memang,
kenapanya atau bagaimananya
kenapanya atau bagaimananya
(bukankah semuanya
demikian juga?) tetapi rasanya cukup alasan
untuk mencintainya.
demikian juga?) tetapi rasanya cukup alasan
untuk mencintainya.
Ia bukan mahasiswaku. Dalam kelas mungkin saja
ia suka ngantuk, atau selalu tampak sibuk mencatat,
atau membisu saja jikalau ditanya,
atau sudah terlanjur terbelakang lantaran ikut saja
setiap ucapan gurunya.
ia suka ngantuk, atau selalu tampak sibuk mencatat,
atau membisu saja jikalau ditanya,
atau sudah terlanjur terbelakang lantaran ikut saja
setiap ucapan gurunya.
Atau malah terlalu suka
membaca sehingga semua guru jadi abnormal baginya.
membaca sehingga semua guru jadi abnormal baginya.
Dan tiba-tiba saja, begitu saja, hari itu ia mati;
begitu informasi yang ada di koran pagi ini–
entah kenapa saya mencintainya
karena itu.
Aneh, koran ternyata dapat juga
membuat kekerabatan antara yang hidup
dan yang mati, yang tak saling mengenal.
membuat kekerabatan antara yang hidup
dan yang mati, yang tak saling mengenal.
Siapa namanya, mungkin disebut di koran,
tapi saya tak ingat lagi,
dan mungkin juga tak perlu peduli. Ia telah
mati hari itu–dan ada saja yang jadi ribut.
Di negeri orang mati, mungkin ia sempat
merasa was-was akan nasib kita
yang telah meributkan mahasiswa mati.
Sapardi Djoko Damono, Ayat-Ayat Api
4. Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan. Keris di kiri
Berselempang semangat yang tak dapat mati
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan maut gres tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju. Serbu. Serang. Terjang
Karya : Chairil Anwar
5. 1 Jam Bersama Rakyat
Berkacamatalah dengan pantatku
Namaku bukan untukmu
Tempatkanlah.
Di sisi mana.
Cari sendiri, kau bukan binatang
Tak perlu di atur menyerupai binatang
Cumi – cumi jalan miring
Kau lebih pintar dari cumi – cumi
Jalanmu lurus tapi berbau busuk
Lidahmu mengambang
Di lalap api kebohongan
Aku berdiri disini.
Menyaksikan dengan rakyat
Betapa indahnya tenggorokanmu
Berbicara wacana kebohongan
Perutmupun ikut bicaca
Penamupun ikut bicara
Jarimupun ikut bergerak
Kakimupun menyertainya.
Mata pendengaran mu pun jadi saksi
Mulutmu tidak dapat diam
Hambir sama dengan ketutku
Berbau busuk.
Pantatku lebih indah dari mulutmu
Aku berdiri.
Menyaksikan kepahitan rakyat
Aku pun tidak dapat berbuat apa – apa
Kalian lebih tau dari pada aku
Ini bunyi kami.
Meraung – raung
Tidak menyerupai kalian menjilat – jilat
Pantatku yang menjijikkan
Semoga kalian mendengar
Tak mengurusi perut kalian lagi
Namaku bukan untukmu
Tempatkanlah.
Di sisi mana.
Cari sendiri, kau bukan binatang
Tak perlu di atur menyerupai binatang
Cumi – cumi jalan miring
Kau lebih pintar dari cumi – cumi
Jalanmu lurus tapi berbau busuk
Lidahmu mengambang
Di lalap api kebohongan
Aku berdiri disini.
Menyaksikan dengan rakyat
Betapa indahnya tenggorokanmu
Berbicara wacana kebohongan
Perutmupun ikut bicaca
Penamupun ikut bicara
Jarimupun ikut bergerak
Kakimupun menyertainya.
Mata pendengaran mu pun jadi saksi
Mulutmu tidak dapat diam
Hambir sama dengan ketutku
Berbau busuk.
Pantatku lebih indah dari mulutmu
Aku berdiri.
Menyaksikan kepahitan rakyat
Aku pun tidak dapat berbuat apa – apa
Kalian lebih tau dari pada aku
Ini bunyi kami.
Meraung – raung
Tidak menyerupai kalian menjilat – jilat
Pantatku yang menjijikkan
Semoga kalian mendengar
Tak mengurusi perut kalian lagi
Karya : Dalang Wanataka
Demikian contoh-contoh puisi satire pada artikel kali ini. Semoga dapat bermanfaat. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar